Potret Sulawesi Tenggara dalam Dinamika
Sulawesi Tengara adalah propinsi paling sempit dan fenomelan di antara enam propinsi di Pulau Sulawesi. Pertama,
dari perspektif sosiogeografis, Sulawesi tenggara merupakan provinsi
yang paling tenggara pada posisi daerah indonesia timur. Posisi demikian
menempatkan Propinsi Sulawesi Tenggara pada kedudukan strategis dalam konstalasi sosial, ekonomi, politik, dan budaya di Pulau Sulawesi yang berpenduduk kira-kira mencapai 1.349.619 juta
jiwa (tahun 2010). Di samping itu, Sulawesi Tenggara juga menyandang
status sebagai propinsi yang memiliki luas daratan paling kecil di Pulau
Sulawesi.
Kedua, dalam perspektif geo-politik, posisi Sulawesi Tenggara juga
strategis, baik dalam situasi damai maupun perang karena ia berhadapan
langsung dengan laut internasional dan negara tetangga seperti australia
dan negara-negara Asia Timur dan Pasifik di bagian utara. Dalam situasi
damai, posisi demikian memungkinkan Sulawesi Tenggara dapat melakukan
kontak perdagangan secara langsung dengan pusat-pusat ekonomi
perdagangan di Asia Tenggara, seperti australia dan dll..
Jika dua atribut di atas dipersandingkan dengan dua atribut lain berikut ini, maka yang segera tampak dari tampilan Sulawesi Tenggara adalah sebuah ironi. Pertama, tingkat kesejahteraan masyarakat tergolong rendah seperti tercermin dalam indikator Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Indeks Mutu Hidup (IMH), dan proporsi penduduk miskin atau proporsi desa tertinggal. Dalam hal PDRB, PDRB Sulawesi Tenggara hampir selalu berada pada papan bawah yaitu di bawah peringkat 20 (data tahun 2010). Indeks Mutu Hidup (IMH) manusia Propinsi Sulawesi Tenggara juga relatif rendah. Posisi ini selaras dengan kedudukan Sulawesi Tenggara sebagai salah satu propinsi yang memiliki proporsi desa tertinggal dan tertinggal parah terbesar di Indonesia.
Kedua, masyarakat Sulawesi Tenggara tersusun atas suku-suku bangsa yang sangat majemuk dan mendiami wilayah kebudayaan yang terpencar. Diantara kemajemukan itu tidak ada yang berkedudukan sebagai kultur dominan. Keadaan ini memungkinkan Sulawesi Tenggara rentan terhadap isu-isu hubungan antarbudaya dan antaridentitas, baik di antara sesama komunitas penduduk asli maupun antara komunitas penduduk asli dengan komunitas penduduk pendatang dari luar propinsi.
Faktor-faktor
di atas diduga merupakan salah satu penyebab pokok mengapa Pemerintah
Daerah kesulitan memfokuskan orientasi pengelolaan sumberdaya di
Propinsi Sulawesi Tenggara: antara ekosisistem teresterial (daratan) di
satu sisi dan ekosistem aquatik (perairan dan lautan) di sisi lain. Ini tampaknya juga melatari mengapa propinsi ini tertimpa problematika berganda memasuki era keterbukaan reformasi.
bagi
masyarakat Sulawesi Tenggara di masa depan. Sebagai langkah strategis,
usaha tersebut dilakukan sebuah gebrakan besar untuk mengetahui semua
potensi pembangunan di sulawesi tenggara yaitu misalnya semua instrumen
program kerja disemua sektor harus di sosialisasikan secara kongfrenship
demi tercapainya kesejateraan masyarakat lokal
http://regional.kompasiana.com/2011/12/11/potret-sulawesi-tenggara-dalam-dinamika-417933.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar